BILA KREATIFITAS ANAK TIDAK MENJADI PILIHAN
Seorang teman guru tiba-tiba tidak PeDe untuk membacakan pengumuman lomba gambar dan mewarna dalam open house di SD dan TK Khadijah Pandegiling. Dia teringat pada seorang yang mendaftarkan anaknya ikut lomba mewarnai. Katanya, orang tua tadi berharap sekali anaknya menjadi pemenang, tentu dengan bahasa yang cukup bikin keder bagi yang tak pernah mengalaminya. Termasuk teman saya tadi. Lalu dia juga menanyakan tetek bengek yang berhubungan dengan lomba.Bagi saya hal semacam itu bukan kali pertama dialami. Ada banyak peristiwa yang tentu beragam masalah dihadapi. Ada yang mau memahami keputusan juri, untuk lomba di open house beberpa waktu yang lalu keputusan juri dapat diterima meski ada yang merasa kecewa atas kekalahan anaknya. Menang kalah itu biasa, harus dihadapi lebih bijak, sebab juri punya kriteria sendiri dalam penjurian. Ide, kreatifitas, karakter goresan, estetika dapat muncul bukan karena kualitas krayon atau pastel saja namun lebih pada kemampuan anak dalam menggunakannya. Orang tua lupa kalau menggambar bila keindahannya tak melulu dilogikan saja. Keindahan bisa ada karena kejujuran karya, mewarna tak ratapun dapat kelihata indah bila unsur garis, warna, bidang mungkin juga tekstur mewakili nilai keindahan. Pada kesempatan lain ada juga orang tua peserta yang menghubungi lewat telpon protes karena anaknya juara harapan saja sambil menggerutu tidak puas.
Dan saya pernah dapat cerita dari orang tua siswa, pada sebuah lomba yang diadakan disebuah FO di Sidoarjo. Ketika panitia mengumumkan lomba ternyata ada orang tua peserta yang tidak terima dengan keputusan juri, orang itu protes atas keputusan juri, dia ngomong ngotot dan keras sampai menjadi pusat perhatian, mengapa gambar anaknya yang bagus dan juara sudah ratusan kali bisa kalah. Kertas hasil lombapun dia mau minta kembali. Sungguh kejadian ini sudah keluar dari niat baik diadakan lomba untuk menumbuhkan kreatifitas anak.
Memang harus dipahami beragam peserta dengan beragam ambisi dari orang tua. Yang lebih parah ketika anak setiap melakukan gambar atau mewarnai selalu menoleh ke arah orang tua untuk melaksanakan istruksi darinya mewarna apa selanjutnya. Belum lagi ketika si anak keliru menjalankan instruksi dari orang tua, si anak jadi bahan amarah orang tua. Kita semua pasti pernah menjumpai hal seperti ini. Ambisi yang berlebihan dari orang tua menjadikan pendidikan seni lukis anak berjalan “tidak sehat”. Lebih parah lagi ketika lomba sang guru gambar juga memaksa muridnya memberikan instruksi saat anak didiknya mengikuti lomba. Anak sekedar menjadi alat saja tanpa dapat berekspresi dan menyalurkan ide-ide kreatifnya. Anak akan mewarna atau menggambar dalam tekanan. Dan ini menghambat proses kreatif dari sang anak. Sebenarnya kegiatan menggambar ini besar hubungannya dengan bakat seseorang, apabila memiliki bakat yang cukup akan berkembang bakat itu dengan bimbingan guru atau orang tuanya. Bakat yang tak terlalu besar juga bisa berkembang dengan latihan yang terus menerus dari anak. Lalu kalau tidak ada bakat? Yang kita harapkan anak menjadi lebih kreatif dapat merubah dari tidak bisa menjadi bisa menggambar. Bagi anak yang berbakat orang tua tidak perlu khawatir sebab anak akan berkembang dengan baik bila kita mengarahkannya dengan benar. Dan lomba bukan faktor utama bagi perkembangan mereka. Sebab lomba bukan jaminan selalu memberikan anak untuk menjadi kreatif. Lomba memberikan kriteria tertentu. Semoga kreatifitas menjadi pilihan utama bagi orang tua pada kesempatan yang lain.
MENGASAH DENGAN SKETSA
Unsur garis merupakan unsur utama dalam penciptaan sketsa, kekuatan garis menjadi sebuah nilai estetis dan kreatif. Pengertian sketsa sendiri adalah suatu denah atau rancangan gambar atau gambar yang dapat berdiri sendiri menjadi sebuah karya seni murni yang utuh yang dapat disejajarkan dengan karya lukis yang penuh warna. Hitam putih atau warna merupakan karya seni yang mewakili ekspresi dan kreativitas dari individu.
Bila mengamati proses pedidikan seni rupa yang berlangsung di lembaga pendidikan, sketsa menjadi sebuah dasar dalam menggambar. Sketsa melatih spontanitas, kepekaan menangkap obyek, kelenturan goresan akan terus terasah dengan sketsa sesuai dengan gaya pribadi masing-masing individu.
Tidak terkecuali pada anak-anak, sering dijumpai anak-anak yang memiliki kemampuan dalam menciptakan gambar (sketsa) dengan ide-ide yang luar biasa dan mereka mewarnai dengan caranya sendiri, karyanya dinamis, goresan menyiratkan nilai seni yang mungkin terabaikan oleh banyak orang karena tidak mengesankan karya yang rapi dan teratur. Seringkali mereka terpinggirkan dalam kancah perlombaan yang menginginkan keteraturan bentuk dan warna. Sehingga perlombaan sering melahirkan karya yang seragam, tidak menyiratkan karya anak-anak yang jujur.
Dengan kemampuan yang sesuai dengan usianya ketika anak lagi asik membuat sketsa seringkali orang tua mencari pembenaran sendiri tentang hasil karya anak. Yang tidak anatomislah, gambarnya tidak masuk akallah, padahal dari kesederhanaan bentuk itu, kreativitas terus berjalan pada sebuah cerita yang akan selalu memperolehnya selalu memperolehnya dari apa yang ada di sekitarnya. Lingkungan rumah, televisi, apa yang pernah dijumpai, tokoh idola atau kemungkinan-kemungkinan yang lain yang terkadang muncul begitu saja. Kesenangan pada sebuah tema (misalnya ultraman) akan melahirkan banyak karya dan sudah pasti dapat melatihnya untuk semakin mahir membuat atau menggambar.
Jangan pernah bosan untuk menggambar sketsa, galilah terus potensi yang ada pada anak kita, beri kesempatan untuk terus berkarya sehingga menjadi pribadi yang mandiri, memili karakter dan kreatif dalam hidup. Sebab hidup ini adalah milik orang yang kreatif dalam menghadapi segala persoalan.
0 komentar:
Posting Komentar